Melatih anak autistik untuk melakukan toilet training, bukan merupakan hal yang mudah. Dr. Adriana S. Ginanjar, pengajar dari fakultas psikologi Universitas Indonesia sekaligus pendiri sekolah untuk siswa berkebutuhan khusus Mandiga, mengungkapkan, masalah komunikasi serta sensorik berpotensi untuk menghambat proses toilet training.
Anak yang masih kesulitan memahami instruksi dan mengkomunikasikan keinginannya untuk BAK (Buang Air Kecil) dan BAB (Buang Air Besar) mungkin akan cenderung melakukannya di sembarang tempat. Sementara masalah sensorik mungkin dapat menyebabkan mereka tak nyaman berada di kamar mandi dan sulit merasakan sensasi untuk BAK dan BAB. Lantas, bagaimana caranya melatih mereka untuk melakukan toilet training?
Kuncinya adalah mempersiapkan program toilet training secara matang dan dilakukan secara konsisten. Mengingat kemampuan dan kondisi tiap anak berbeda, maka latihan toilet training membutuhkan komitmen yang tinggi dan kesabaran yang cukup besar. Artikel bagian pertama tentang toilet training ini akan membahas soal persiapan yang dapat dilakukan Ayah dan Bunda. Bagian berikutnya akan mengulas tentang pelaksanaan toilet training, yang akan dibahas di bagian kedua. Beberapa tips untuk mempersiapkan si kecil dan lingkungannya untuk toilet training, dapat disimak di bawah ini.
Kuncinya, mempersiapkan program toilet training secara matang dan dilakukan secara konsisten
1. Menilai kesiapan anak
Menurut Adriana, toilet training memang sebaiknya dilakukan sejak dini, namun TIDAK BOLEH dilakukan sebelum anak berusia 18 bulan. Sebaiknya Ayah Bunda mengingat bahwa bagi anak autis yang lebih penting adalah usia mental, yaitu kemampuan anak tersebut (yang berbeda jika dibandingkan anak seumurnya). Mengingat usia mental anak autis mayoritas lebih rendah dari usia kronologis mereka, maka Adriana menyarankan jika kemampuan anak (usia mental) belum menyamai anak normal usia 2 tahun, maka lebih baik Ayah dan Bunda menunda dulu untuk memberikan toilet training.
Beberapa hal yang menunjukkan anak sudah siap untuk toilet training adalah kemampuan untuk memberitahukan orang tua (atau menunjuk dengan bahasa tubuh) bahwa celana atau popoknya sudah basah atau kotor. Si kecil juga sebaiknya sudah dapat memahami perintah sederhana (misalnya, ‘Duduk di toilet’) dan mampu menarik celananya. Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah kemampuan fisik anak untuk menahan BAK dan BAB, sudah memiliki jadwal BAB yang rutin serta tidak BAB saat tidur malam.
2. Menilai kesiapan lingkungan
Mengingat program toilet training harus berlangsung secara kontinyu, maka lingkungan sekitar si kecil juga mesti dipersiapkan dengan baik. Misalnya, anggota keluarga atau asisten yang akan berperan sebagai pelatih, juga harus dipersiapkan. Termasuk berdiskusi dengan guru atau pendamping, maupun dengan orangtua yang telah berpengalaman membantu anak autis dalam melakukan toilet training.
Adriana mengingatkan, banyak kegagalan toilet training disebabkan oleh orang tua yang tidak tega pada anak atau tidak konsisten saat melatih. Sekali dimulai, toilet training harus dilakukan secara terus-menerus dalam waktu yang cukup panjang, dengan cara yang sama dan sebaiknya, di tempat yang sama.
3. Membuat anak familiar dengan kamar mandi
Untuk membuat si kecil merasa nyaman dan familiar di kamar mandi, Ayah dan Bunda bisa melengkapinya dengan potty seat (dudukan yang dapat diletakkan di atas lubang WC), serta dingklik atau bangku kecil untuk menempatkan kaki si kecil, jika perlu. Beberapa anak mungkin akan merasa lebih nyaman jika dapat menempatkan kakinya sehingga tidak menggantung. Agar anak betah, Anda juga bisa meletakkan mainan atau buku yang terbuat dari material tahan air yang disukai si kecil.
Adriana juga menyarankan untuk melakukan observasi jika si kecil masih kurang nyaman saat berada di kamar mandi. Apakah lampu yang kurang terang, atau aroma sabun yang terlalu tajam, apakah anak lebih menyukai sabun padat dibanding cair, dan lain sebagainya, yang mungkin berhubungan dengan masalah sensorik yang dimilikinya.
4. Merancang alat bantu visual
Sebelum si kecil dilatih untuk toilet training, Ayah Bunda bisa membuat gambar atau foto-foto yang menunjukkan urutan kegiatan yang harus dilakukan saat BAK, atau jadwal kapan ia harus ke kamar mandi. Salah satu contoh gambar yang menunjukkan urut-urutan kegiatan saat BAK misalnya, bisa diunduh di sini: (http://raisingchildren.net.au/verve/_resources/ASD_visual_toieting_aid.pdf). Alat bantu visual ini dapat diletakkan di dalam kamar mandi, sementara jadwal waktu dapat ditempel di depan kamar mandi.
Sumber: “Panduan Praktis Mendidik Anak Autis: Menjadi Orang Tua Istimewa”, Adriana S. Ginanjar.
http://raisingchildren.net.au/articles/autism_spectrum_disorder_toilet_training.html
Penulis: Hersinta | Orangtua dari penyandang autistik, dosen komunikasi di LSPR Jakarta dan kandidat PhD kajian media dan disabilitas di Curtin University