Ketika Andy Kirtland baru berusia 2 minggu, orang tuanya menyadari ada sesuatu yang tidak wajar dari bayi mereka. Andy tiba-tiba berteriak tanpa alasan tertentu sepanjang pagi dan malam selama berbulan-bulan. Masa kecilnya diwarnai dengan menderita alergi kulit (eksim) dan beberapa jenis alergi lainnya, termasuk tidak bisa mengkonsumsi produk susu.
Kejang dan alergi
Sebagai seorang anak kecil, Andy tidak menuntut perhatian dan tidak memiliki ketertarikan pada lingkungan sekitarnya. Dia tidak tersenyum atau melambaikan tangan saat berpisah dengan orang di sekitarnya. Responnya terhadap kata-kata juga tidak begitu bagus. Selain itu, dia juga sangat sensitif terhadap suara.
Saat ia berumur dua tahun, Andy kecil terbentur meja yang menyebabkan munculnya benjolan tepat di tengah dahinya. Seminggu kemudian, kedua orang tua Andy menemukannya tidak sadarkan diri di tempat tidur dan segera melarikannya ke rumah sakit. Setelah kejadian tersebut, Andy lantas sering mengalami kejang-kejang.
Pihak rumah sakit menyatakan bahwa kejang tersebut tidak diakibatkan oleh benturan yang dialaminya. Meski begitu, orang tua Andy meyakini sebaliknya. Sejak kecil, Andy tidak suka disentuh. Saat itu orang tua Andy mengira ia enggan disentuh karena alergi eksim yang dideritanya. Dia tidak merasakan empati terhadap orang lain dan sering menatap orang lain.
Sindrom Asperger
Di sekolah, Andy memiliki teman dan selama beberapa tahun belajar untuk bagaimana bersikap pada orang lain. Di salah satu kelas komunikasi di sekolahnya, Andy belajar tentang Sindrom Asperger. Sejak saat itu dia mulai perlahan-lahan menerima dirinya, dan menerima dirinya yang cenderung berbeda dengan orang lain.
Andy sendiri merasa beruntung karena ia memiliki teman-teman yang selalu membantunya kapan pun ia butuh. Setelah lulus SMA, Andy masih tetap menjaga komunikasi dengan mereka. “Aku ingin mereka tahu bahwa aku menyukai mereka. Masalahnya, aku kesulitan untuk mengkomunikasikan apa yang ada di pikiranku. Kadang aku tidak bisa mengontrol apa yang aku bicarakan,“ tuturnya. Saat ini hal serupa masih terjadi, meski tidak sesering dulu. Kini, Andy memiliki banyak teman dan ia sangat bersyukur bisa menjadi bagian dari kehidupan mereka.
Kendala dalam pekerjaan
Kendala yang dihadapi Andy saat ini adalah soal pekerjaan. Kesempatan untuk bekerja dirasakannya sangat terbatas. Dia pernah bekerja sesekali di bidang pertamanan serta di organisasi sosial, tetapi tidak pernah memiliki pekerjaan tetap atau paruh-waktu. Hal ini membuatnya tertekan.
Pada tahun 2009, Andy memperoleh diagnosa autisme high function atau autisme dengan spektrum atas. “Dulu aku dinyatakan tidak akan pernah bisa mengemudi mobil,” ujarnya, “Namun aku yakin harapan dan kesempatan itu selalu ada.” Saat ia berusia 26 tahun, akhirnya Andy mengambil kelas mengendarai mobil untuk mendapatkan SIM, setelah memperoleh surat izin dari pusat kesehatan di tahun 2009.
Tidak malu menyandang autisme
Andy yakin akan ada jalan dan kesempatan lain yang terbuka bagi dirinya. “Jika aku berhasil memperoleh SIM, itu akan menjadi semacam bonus dan membuktikan kemandirianku,“ ungkapnya. Selanjutnya, ia berniat mengambil kursus pelatih olah raga di sebuah perguruan tinggi. Dia ingin terus belajar dan tak berhenti berusaha. “Aku ingin memberikan hadiah kepada keluarga dan teman-teman yang selalu mendukung dan memberikan pengertian kepadaku. Setiap keberhasilan yang aku capai di masa lalunya, sekarang, dan masa depan, adalah untuk mereka semua.”
“Aku sangat bersyukur atas setiap dukungan keluarga dan teman-teman yang aku miliki. Aku tidak malu menyandang autisme, karena autisme menjadikanku sebagai diriku saat ini- orang yang memiliki kemampuan sosial. Dan aku bangga atas setiap pencapaianku dan kekuatan yang muncul dari perjuanganku selama ini,” ungkapnya.
“Aku Tidak Malu Menyandang Autisme”
Sumber: National Autistic Society https://www.autism.org.uk/
Penulis: Yesi Riana | Marketing di Community Music Center, Jakarta