Sharing

Ruang Hukuman

Penulis: Yesi Riana | Thursday, 28 October 2021

Beberapa sekolah masih menerapkan sistem time out – mengisolasi anak di dalam sebuah ruangan terpisah. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan ruang ketika ada anak yang mengalami tantrum atau suatu hal yang sulit dikendalikan oleh guru. Namun, ini belum tentu merupakan solusi yang tepat bagi anak autistik saat mereka sedang mengalami meltdown.

Seorang Ibu yang berasal dari Alberta, Canada, yang bernama Angela McNair membagikan pengalamannya mengenai hal di atas. Di Alberta, penggunaan time out di dalam ruangan khusus tanpa adanya pengawas masih digunakan di beberapa sekolah. Beberapa orang tua juga tidak mendapatkan pemberitahuan apabila anaknya mendapatkan hukuman time out di ruangan khusus. Terkadang, anak yang sedang dihukum, dapat ditinggalkan selama berjam-jam sendirian.

Anak Angela yang berusia 6 tahun, didiagnosa memiliki autisme, Sindrom Tourette, gangguan belajar nonverbal, gangguan proses sensorik, dan OCD (Obsessive Compulsive Disorder). Angela sempat bertemu dua kali dengan guru yang akan mengajar anaknya untuk membicarakan rencana pengajaran, faktor pemicu emosi anaknya, dan cara untuk mengurus serta mendekati sang anak. Guru tersebut menunjukkan kepada Angela ruang untuk “menenangkan diri“. Angela berkata bahwa ia tidak ingin anaknya dihukum di ruangan tersebut karena beresiko dapat melukai diri sendiri dan merusak hubungan dengan sekolah. Angela juga menjelaskan, ia pindah ke area yang dekat agar bisa segera datang ke sekolah jika terjadi suatu hal untuk menjemput anaknya.

Lantas, Angela dan guru membuat rencana pengajaran. Guru tersebut membuat program belajar dengan enam orang murid di dalam suatu kelas, dengan satu tenaga asisten atau helper. Angela berharap semua dapat berjalan baik. Kemudian mereka memutuskan untuk memanggil anak Angela dan mengenalkannya kepada guru yang akan mengajar. Mereka juga memperkenalkan area sekolah serta membawa sang anak melihat isi kelas agar merasa nyaman. Awalnya, anak Angela sedikit takut untuk berkeliling di sekolah tetapi bersemangat untuk bermain di taman bermain sekolah.

Saat mereka masuk ke sekolah, guru tersebut menyambut mereka. Anak Angela menolak menatap mata sang guru dan tidak ingin berkomunikasi. Angela meminta anaknya untuk memegang tangan gurunya dan berjalan masuk. Ia lalu jatuh ke lantai. Ia gelisah dan gugup. Angela lalu menggendong anaknya dan membawanya masuk ke kelas. Anaknya mulai meneriakkan kata-kata seperti “diam“ dan tidak ingin berkomunikasi. Guru tersebut mulai meyakinkan bahwa semuanya baik-baik saja, tetapi lalu mulai mengambil langkah yang menuntut dan penuh perintah yang membuat anak Angela semakin panik. Beberapa saat kemudian anak Angela duduk di atas Bean Bag dan tidak merespon dengan baik, lalu guru itu pun mengajak anak Angela untuk melihat-lihat kelas. Anak Angela pun menurut. Guru tersebut menunjuk ke suatu pintu dan mengatakan “anak yang nakal akan pergi ke sini“. Hal tersebut membuat anak Angela marah dan meludahi guru tersebut. Guru itu pun menaruh tangannya di belakangnya. Anak Angela mencoba memukul guru tersebut, lantas sang guru pun memasukkan anak Angela ke ruangan isolasi dan mengunci pintunya.

Angela sangat terkejut melihat hal yang baru saja terjadi hanya saat melihat-lihat sekolah. Ia pun mencoba membuka pintu ruangan tersebut namun tidak bisa. Ia pun meminta guru itu untuk membuka pintu ruangan tersebut. Ia pun kembali dan membuka pintu tersebut. Anak Angela terlihat marah, kesal, dan ketakutan. Sang guru berkata ia butuh waktu sebentar dan pergi keluar ruangan.

Apa yang terjadi hari itu menimbulkan ketakutan bagi Angela dan anaknya. Angela tidak berani mengirim anaknya ke sekolah lagi dan anak Angela pun terus-menerus berkata bahwa ia benci sekolah tersebut. Ia pun tidak merasa nyaman dengan keberadaan pekerja di rumah mereka dan menolak pergi keluar rumah.

Meninggalkan anak autistik di ruangan isolasi tanpa pengawasan bukanlah suatu hal yang baik. Dan setiap guru perlu pengetahuan yang memadai mengenai cara untuk mendidik murid berkebutuhan khusus, termasuk murid autistik.

Sumber: https://themighty.com/2018/10/isolation-rooms-schools-autistic-kids/?utm_source=Autism_Page&utm_medium=Facebook&fbclid=IwAR0sehoJLcq4AwQ4H5rauUHD1HxO3QO_nGD0L9OpNjufknmnXp6ARtUXFkI

 

 

Penulis: Yesi Riana | Marketing di Community Music Center, Jakarta

Kritik & Saran
Iklan Tes Deteksi
Ads on us
Kerjasama dengan TA