Anak-anak dan individu autistik pada umumnya menampakkan beberapa perilaku khas yang unik, yang dianggap aneh oleh orang lain. Misalnya, mengepakkan atau bertepuk tangan berulang-ulang, enggan menatap mata lawan bicara dan menutup telinga dengan tangan. Ayah dan Bunda mungkin sering bertanya-tanya, mengapa perilaku ini muncul. Tiga ahli di bidang terapis okupasi (Shelley O’ Donell), wicara/patologi bahasa (Jim Mancini) dan psikolog klinis (Emily Rastall) yang berdomisili di Seattle, Amerika Serikat, akan mencoba memberikan penjelasan mengenai hal ini.
Menghindari kontak mata
Salah satu kesulitan yang umum dimiliki individu autistik adalah kesulitan mengkoordinasikan cara komunikasi verbal (bicara) dan nonverbal. Misalnya, saat berbicara (verbal) dengan orang lain, anak autistik mungkin lupa melakukan kontak mata (nonverbal). Menurut Emily, “Individu autistik tidak menemukan makna komunikatif di mata orang lain. Karena itu, mereka tidak tertarik untuk menatap mata orang lain sebagai sumber informasi.” Umumnya anak autistik memiliki hambatan dalam keterampilan komunikasi sosial, salah satunya adalah kesulitan memperhatikan makna dari ekspresi wajah orang lain.
Menutup telinga/wajah/mata dengan tangan
Perilaku ini, menurut Shelley, terjadi karena anak atau orang dengan autisme memiliki kepekaan terhadap suara tertentu, misalnya sirene mobil pemadam kebakaran, tangisan bayi dan suara alat penghisap debu. Menutup telinga adalah cara mereka untuk mengurangi input suara yang masuk. Karena sebagian besar anak autistik memiliki sensitifitas tinggi terhadap rangsangan suara, maka suara yang bagi kita masih terdengar dalam taraf wajar, akan terdengar sangat keras dan menimbulkan perasaan tidak nyaman bagi mereka.
Mengulangi kata-kata serupa
Sebagian anak autistik memiliki kesulitan di ‘pusat bahasa’ yang terletak di otak. Karena itu, mereka cenderung meniru dengan mengulang kata-kata tertentu yang didengar dari lingkungan sekitar. Mengulangi kata-kata atau echolalia merupakan cara belajar anak autistik untuk belajar bahasa dari potongan kata, tutur Jim. Shelley menambahkan, “Sebetulnya echolalia dapat menjadi alat untuk melakukan strategi dalam mengembangkan kemampuan bahasa mereka. Misalnya, anak dapat diajarkan untuk mengulangi kata dari film atau menggunakan pertanyaan yang sama dalam percakapan, untuk membantu mereka ‘memprediksi’ interaksi yang akan terjadi dengan orang lain.”
Tidak berbicara sama sekali
Menurut Jim, ada anak-anak autistik yang memiliki kemampuan untuk memahami bahasa, namun mengalami kesulitan untuk menempatkan suara secara bersama-sama untuk membantuk kata-kata. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh gangguan motorik dalam wicara seperti speech apraxia. Shelley menambahkan, jika anak mengalami gangguan wicara dan sulit mengekspresikan diri secara verbal (dengan kata-kata), maka bisa disarankan untuk menggunakan metode alternatif lain untuk berkomunikasi. Misalnya, dengan gambar (PECS atau Picture Exchanging Communication System), mengetik atau menulis, bahasa tubuh, maupun alat bantu komunikasi seperti program aplikasi ProLoquo2Go yang dapat dipasang di komputer tablet atau telepon seluler.
Berjalan jinjit
Bisa jadi, berjalan jinjit merupakan respon anak untuk mengurangi stimulasi berlebihan pada kaki saat menapak. Menurut Shelley, kemungkinan anak berjalan jinjit karena kebiasaan belajar atau memang anak memiliki kesulitan dalam koordinasi motorik atau masalah tendon di kaki. Kebiasaan berjalan jinjit juga dapat berhubungan dengan gangguan neurologis atau gangguan perkembangan lain seperti Cerebral Palsy.
Mengepakkan tangan
Anak autistik cenderung memiliki perilaku motorik berulang seperti melambaikan atau mengepakkan tangan, melompat atau memiringkan kepalanya. Jim bertutur, “Perilaku seperti ini mungkin dipicu oleh emosi yang kuat. Misalnya, sedang dalam kondisi yang sangat gembira, atau sebaliknya, frustrasi.” Emily berpendapat serupa: “Bisa jadi anak autistik mengepakkan tangannya atau memiringkan kepalanya karena ia sedang berusaha menenangkan dirinya. Ia berusaha untuk ‘mengatur’ luapan emosi yang terjadi pada dirinya, seperti marah, gembira, bosan atau cemas.”
Bermasalah dengan perubahan
Menurut Emily, hal ini berkaitan dengan cara otak mereka bekerja, yang seringkali kurang fleksibel. Ketika anak autistik terpaku pada sesuatu yang nyaman dan menyenangkan, maka ia akan merasa sulit untuk beradaptasi dengan tugas-tugas atau informasi baru yang muncul. Karena itu, mereka butuh waktu dan masa transisi untuk mengingat serta mempelajari informasi atau tugas yang baru.
“Orangtua sering bingung mengapa anak menampakkan perilaku yang dianggap ‘aneh’, seperti menghindari kontak mata dan menutup telinga.”
Sumber:
“Kenapa Anak Autis Begitu Ya?”, Buletin LRD 92, Desember 2016.
Penulis: Hersinta | Orangtua dari penyandang autistik, dosen komunikasi di LSPR Jakarta dan kandidat PhD kajian media dan disabilitas di Curtin University