“Seraya berseri mengagumi lukisan dari atap nirwana berwarna-warni, keagungan pencipta tiada batas menyenangkan hati. Menempati lazuardi, melintasi bumi, anganku cemerlang menghiaskan warna-warni.“ (penggalan lirik dari lagu “Warna-Warna“, Andien Aisyah)
Lirik lagu tersebut menggambarkan indahnya keragaman “warna-warni” rupa karya seni dari para penyandang autis yang digelar di Dia.Lo.Gue, Kemang, Jakarta Selatan. Pameran seni bertajuk Warna-Warna ini berlangsung dari tanggal 28 Agustus sampai 9 September 2018. Di acara ini, seluruh karya yang ditampilkan adalah hasil karya anak-anak penyandang autis.
Melihat dunia dari perspektif autistik
Acara ini merupakan kerja sama dari penyanyi Andien Aisyah dengan Art Therapy Center (ATC) Widyatama, dalam rangka peluncuran lagu kelima Andien yang berjudul Warna-Warna dari album Metamorfosa. Melalui peluncuran lagu serta pameran karya seni ini, Andien dan ATC Widyatama hendak mengajak masyarakat untuk melihat persepsi yang berbeda tentang anak-anak autis.
“Berbicara tentang Nirwana, mau tak mau kita tergiring pada persepsi Ketuhanan, yang selama ini kita bayangkan menjadi sosok ke-Esa-an yang berada di posisi atas dan memandang ciptaan-Nya. Dan bagaimana Tuhan menciptakan semuanya sempurna sesuai peruntukkannya. Tuhan bekerja dengan cara-Nya yang kadang kita saja yang tak mampu memahaminya,“ tulis Anunsiata Srisabda, kurator sekaligus pengajar visual di ACT.
Tidak banyak pameran seni yang menampilkan karya-karya anak-anak autis. Karya-karya yang ditampilkan dalam pameran ini sangat menarik, penuh warna dan keberagaman. Banyak orang mungkin tidak akan menyangka bahwa lukisan-lukisan yang dipajang adalah hasil karya anak-anak autis. Karya mereka sangat detail dan menarik. Sama halnya dengan karya lukis lain, di sini pengunjung mungkin akan mengira-ngira, apa yang ingin disampaikan oleh pelukis melalui karyanya, serta proses apa yang mereka lalui sehingga dapat menghasilkan karya-karya indah tersebut.
Metode “sensasi” untuk menciptakan karya seni
ATC Widyatama sendiri adalah sebuah lembaga pendidikan kesenian yang dikhususkan bagi penyandang disabilitas, baik fisik, mental, maupun intelektual. Pembelajaran di ATC lebih mengutamakan pada meningkatnya perilaku dan membekali peserta didik untuk bisa bertahan dalam kehidupannya, lewat pembekalan praktis kekaryaan yang dapat diaplikasikan. Metode yang digunakan adalah “metode sensasi“, yang diciptakan oleh Anne Nurfarina. Anne adalah penggagas ATC Widayatama dan saat ini menjabat sebagai direktur di lembaga ini.
Metode ini merupakan hasil penelitian Anne saat menempuh program doktoral, dan saat ini terus digunakan dan diperbaharui dan dikembangkan di ATC Widyatama. Setiap anak-anak di lembaga ini difasilitasi oleh fasilitator yang berpengalaman.
Proses yang dilalui dalam menghasilkan suatu karya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berperilaku, belajar berkonsentrasi, fokus, bertoleransi, membangun komunikasi lewat gambar, dan mengasah motorik halus. Setiap karya memiliki cerita menarik dalam prosesnya.
Di atas meja sebelum masuk ke area pameran, pengunjung disambut dengan tulisan, “Autism is not a joke.“ Melalui pameran-pameran seperti ini, masyarakat diharapkan dapat memiliki kesadaran untuk tidak menjadikan autism sebagai bahan bercandaan atau meremehkan kehadiran mereka. Dengan adanya acara ini, masyarakat bisa lebih mengenal dengan baik apa itu autisme serta apa yang kita bisa lakukan sebagai bagian dari masyarakat. Acara seperti ini juga mampu memberikan kita gambaran, bahwa anak-anak penyandang autis juga memiliki talenta tersendiri serta mampu menyampaikan maksud dan perasaan melalui karya-karya seni mereka.
“Autism is not a joke“
Penulis: Yesi Riana | Marketing di Community Music Center, Jakarta