Medis

Mengenali Depresi pada Individu Autistik

Penulis: Gisela Gita, S.Psi. | Selasa, 02 Pebruari 2021

Tak sedikit individu yang mengalami gejala depresi dalam hidupnya, bahkan banyak yang tak menyadari dirinya mengalami gangguan ini. Tanda dan gejala dari gangguan depresi bisa berupa perasaan kronis yang meliputi kesedihan, kehilangan harapan hidup, merasa tidak berharga, kekosongan, dan mudah tersakiti. Dampaknya, individu dapat menjadi terisolasi secara sosial, bergerak atau berbicara dengan sangat pelan, mengalami rasa lelah yang berlebihan, serta sulit berkonsentrasi. Lebih parahnya, karena merasa kekosongan dalam hidupnya, mereka memiliki kecenderungan dan pikiran untuk bunuh diri.

Mengenali gejala depresi pada individu autistik merupakan hal yang cukup sulit. Karena sebagian penyandang autisme memiliki ekpresi yang datar, terlihat seperti tidak memiliki emosi tertentu, serta raut wajah yang tidak sesuai konteks sosial, sehingga cukup sulit menganalisa depresi pada mereka. Terlebih, individu autistik kerap memiliki kesulitan untuk mengidentifikasi dan mengekspresikan apa yang mereka rasakan. Karena alasan inilah, para ahli di bidang autisme mengembangkan dan merevisi metode yang digunakan untuk mendiagnosa gangguan depresi yang dialami oleh individu autistik (terutama yang berusia anak-anak dan remaja).

 

Depresi, Autistik, dan Bunuh Diri

Berdasarkan penelitian di tahun 2012 yang dilakukan oleh salah satu lembaga kesehatan di Amerika, terdapat 14%  anak dengan autisme yang berusia 16 tahun ke bawah menjawab “kadang-kadang” atau “seringkali” ketika ditanya apakah mereka memiliki pemikiran untuk bunuh diri. Hasil ini menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan dengan persentase anak seumurannya yang non-autistik. Peningkatan angka keinginan untuk bunuh diri menjadi lebih signifikan di saat anak melewati usia 10 tahun, dengan gejala depresi sebagai indikasi penyebabnya. Berdasarkan hal ini, para orang tua diharapkan dapat meningkatkan kesadaran atau awareness terhadap kondisi dan situasi anak mereka.

Pencegahan dan penanganan apa yang dapat diterapkan?

Terapi kognitif dan perilaku dianggap cukup menjanjikan dalam menangani depresi pada anak, remaja, maupun orang dewasa dengan autisme. Hal ini tampak dari beberapa penelitian mengenai penanganan terhadap individu autistik dengan depresi yang kronis, ternyata berhasil ditangani oleh terapi kognitif dan perilaku (yang telah dimodifikasi sesuai kebutuhan pasien). Dalam dunia medis, tidak terdapat penanganan berbeda dalam penggunaan obat-obatan medis antara pasien autistik dan non-autistik- yang sama-sama mengalami depresi- sehingga mereka diberikan penanganan yang kurang lebih sama. Di sisi lain, faktanya tidak sedikit pasien dengan autisme yang mengalami efek samping dari obat anti-depresan. Beberapa efek samping yang mungkin timbul adalah rasa mengantuk berlebihan, bergejolaknya emosi, emosi yang lebih sensitif, sindrom tungkai kaki yang lemah, dan masalah pencernaan. Karena itu, terapi secara psikologis dianggap dapat berdampak lebih positif.

 

Sumber :

Artikel online berjudul : Autism and Health (A Special Report by Autism Speaks)-Recognizing Depression in Those with Autism, ditulis oleh organisasi Autism Speaks tahun 2017 (artikel tersebut telah disalur dari sekumpulan jurnal penelitian ilmiah mengenai ASD).

Penulis: Gisela Gita, S.Psi. | Mahasiswa Sarjana Psikologi Peminatan Klinis, Universitas Atma Jaya, Jakarta

Ads on us
Kritik & Saran
Pengenalan Autisme
Kerjasama dengan TA