Sosialisasi, merupakan keterampilan penting bagi setiap manusia untuk hidup bersama dengan orang lain. Bersosialisasi berarti menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Ada dua komponen penting dalam sosialisasi, yaitu persepsi sosial dan perilaku antar pribadi (yang merupakan tonggak penting dalam kehidupan anak). Bagi anak autistik, milestone atau tonggak dalam masa perkembangan mereka dicapai dengan banyak latihan dan terapi. Secara otomatis keterlambatan yang mereka alami akan mempengaruhi kemampuan bersosialisasi, sehingga perlu untuk terus dilatih. Kemampuan bersosialisasi menjadi salah satu aspek yang perlu diperhatikan pada anak autistik, karena mereka memiliki hambatan yang berbeda dengan anak yang berkembang secara normal.
Berikut ini terdapat gambaran tiga aspek sosial yang umumnya menjadi hambatan pada anak autistik dalam tahap perkembangannya.
Interaksi Sosial
Dalam literatur penelitian terdahulu, ditemukan bahwa anak autistik lebih memilih sendirian dan secara aktif menghindari kontak sosial dengan orang lain. Namun berbeda dengan jaman sekarang, interaksi sosial dan afeksi dengan pendamping/pengasuh anak autistik dalam konteks tertentu justru disenangi oleh mereka. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sigman dan Mundy mengenai perilaku sosial pendamping/pengasuh dengan anak, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara anak autistik dengan anak yang berkembang normal ketika mereka sama-sama diperlakukan secara sosial. Kedua kategori anak tersebut (anak autistik dan anak yang berkembang dengan normal) memiliki level kecemasan yang tidak jauh berbeda ketika dipisahkan dari pengasuhnya. Hal ini memperlihatkan bahwa peran pengasuh dalam perkembangan anak autistik sangat dibutuhkan, khususnya dalam interaksi sosial.
Cara bermain anak autistik dengan permainan yang disukainya juga berbeda dengan anak yang berkembang normal. Anak autistik cenderung bermain dengan cara yang stereotip dengan objek permainan tertentu dan tidak bergabung bersama teman-temannya. Dalam suatu situasi mereka bisa saja bermain bersama dengan teman-temannya, namun tidak meminjamkan mainannya kepada temannya. Umumnya, anak-anak memiliki permainan yang imajinatif (misalnya : permainan pura-pura menjadi seseorang atau mainan yang disukainya) dan kreatif dalam pikiran mereka. Sebaliknya, anak autistik cenderung memiliki kekurangan dalam permainan imajinatif. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan anak autistik dalam memahami situasi sosial dan berpikir secara naratif, yang menyebabkan mereka terhambat untuk mengeksplorasi objek fisik.
Komunikasi
Permasalahan dalam komunikasi dan bahasa pada anak autistik merupakan hal yang umum ditemukan. Diperkirakan setengah dari populasi anak-anak yang terdiagnosa gejala autistik tidak mampu mengembangkan kemampuan bicara secara fungsional. Di populasi lainnya, berdasarkan temuan yang ada, ditemukan bahwa cara berbicara anak autistik cenderung stereotip (diulang-ulang) atau echolalia. Istilah echolalia dalam dunia psikologi berarti pengulangan dan peniruan kata-kata secara repetitif dan tidak tepat. Pengulangan kata tersebut dapat berasal dari kata-kata yang diucapkan oleh orang lain ataupun dari suatu rekaman (televisi, radio, atau media audio lainnya). Selain itu, terdapat jenis gangguan bicara lainnya yang disebut palilalia yang merupakan bentuk lain dari echolalia, namun pengulangan kata-kata individu dalam bentuk suara berbisik. Pada tahap awal pengenalan dan pengucapan kata-kata, anak autisitik tetap akan menggunakan cara berbicara yang repetitif meskipun telah diajarkan cara berbicara yang kreatif.
Ekspresi Wajah
Ketika anak-anak bertumbuh besar, mereka melihat beragam emosi yang diekspresikan melalui wajah orang-orang yang dilihatnya sesuai dengan konteksnya (misalnya ekspresi tersenyum menggambarkan konteks hati yang senang). Jika anak tidak memahami konteks sosial maupun emosi, maka akan sangat sulit untuk mengenali ekspresi dari emosi dalam konteks atau situasi sosial tertentu. Hal ini terjadi pada anak autistik, sehingga mereka memiliki kesulitan dalam memahami ekspresi wajah dan emosi orang lain.
Sumber :
Williams. C, Wright. B, & Young. O (2004). How to live with autism and asperger syndrome : practical strategies for parents and professionals. London : Jessica Kingsley Publishers.
Quill, K. A. (Teaching Children with Autism: Strategies to Enhance Communication and Socialization). New York.
Penulis: Gisela Gita, S.Psi. | Mahasiswa Sarjana Psikologi Peminatan Klinis, Universitas Atma Jaya, Jakarta