Adrian Wood, seorang ibu dengan 4 anak yang tinggal di Carolina Utara, memiliki kendala yang tidak biasa dalam mengajarkan anak keempatnya untuk bisa ke toilet sendiri. Tidak seperti ketiga anaknya yang lain, Amos yang saat itu berusia 3 tahun, didiagnosa autistik dan memiliki kendala dalam belajar ke toilet sendiri.
Adrian sangat ingin agar Amos dapat ke toilet sendiri, tetapi dia tidak tahu harus memulai dari mana untuk mengajarkan Amos ke toilet. “Berbeda dengan ketiga anak saya, mereka mudah untuk diajari. Mereka komunikatif dan berhasil ke toilet sendiri saat berusia 3 tahun. Tetapi saya tidak tahu harus memulai dari mana dengan Amos.“
Setelah melakukan beberapa pencarian, Adrian menemukan Emory Autism Center, sebuah program pembiasaan yang dikelola oleh Emory University School of Medicine. Tempat tersebut menawarkan program intensif pembelajaran ke toilet bagi anak dengan autisme dan juga bantuan pembelajaran ke toilet kepada keluarga yang memiliki anak autistik.
“Mencoba mengajarkan kepada Amos ke toilet sendiri adalah hal tersulit bagi saya, dan saya tahu bahwa saya butuh bantuan,” kata Adrian, “Saya pasti akan menyerah kalau saya harus melakukannya sendirian. Setiap orang memiliki kekuatan yang berbeda, saya tahu kekuatan saya.”
Adrian, yang menuliskan pengalamannya dalam laman Facebooknya, menempuh perjalanan ke Georgia untuk menghadiri program intensif selama seminggu di Emory Autism Center. Setiap hari ia menghabiskan waktu 5 jam bersama anaknya di toilet fasilitas center tersebut, lalu melanjutkannya lagi di sore hari di hotel tempat mereka menginap.
Tujuannya adalah agar Amos dapat mengutarakan bahwa dia ingin ke Toilet. Namun proses pembelajaran toilet training butuh proses. Dalam prosesnya, Amos masih mengalami buang air kecil sesuai permintaan setiap 30 menit dengan sedikit ‘kecelakaan’. Namun Adrian percaya, bahwa mereka hanya butuh waktu untuk berhasil.
Catherine Rice, Direktur dari Emory Autism Center, mengatakan bahwa anak-anak autistik kesulitan untuk mempelajari toilet training karena ada hambatan komunikasi dan kecenderungan untuk tetap berada dalam kebiasaan yang kaku.
“Mereka mulai berpikir bahwa ketika Ayah atau Ibu atau pengasuh mereka, mengganti pakaian saat mereka basah adalah hal yang pasif,” tutur Rice. Dia menambahkan bahwa program dalam Emory Autism Center berfokus untuk menciptakan rutinitas baru menggunakan Applied Behavior Analysis (ABA), sebuah metode terapi yang dikhususkan untuk memperkuat sikap dan kemampuan yang positif.
Program tersebut bertujuan untuk membantu keluarga untuk memahami apa yang memotivasi anak, agar mereka memiliki asosiasi yang bagus mengenai hal positif seperti buang air di toilet.
Sharon Hynes, kepala dari behavioural specialist di Center tersebut mengatakan, bahwa program ini dimulai setelah beberapa anak-anak di preschool center memiliki kesulitan untuk ke toilet. “Anak autis sulit mengikuti aturan. Mereka membutuhkan program khusus, sehingga kita mengadaptasi program sesuai kepada kebutuhan setiap anak.” Hynes mengatakan, program ini sukses ketika anak yang diterapi bisa ke toilet tanpa ada ‘kejadian’ yang meleset.
Adrian mengatakan, butuh 8 hari bagi Amos akhirnya bisa mengatakan dia ingin buang air kecil. Adrian ingin agar Amos bisa melakukan banyak hal, seperti bisa mengikuti sekolah Alkitab, kegiatan kemping, atau memasuki sekolah taman kanak-kanak. Adrian merasa, apa yang mereka berhasil lakukan, membuka kesempatan bagi Amos untuk hal-hal lainnya.
Sumber : http://today.com/parents/potty-training-program-kids-autism-helps-families-t113654
Penulis: Yesi Riana | Marketing di Community Music Center, Jakarta