Autisme bukanlah keterbatasan untuk melakukan hal-hal yang luar biasa. Berikut adalah kisah dua orang anak perempuan autistik, Emma dan Lindsey, yang sukses menekuni hobi mereka bermain biola. Tak hanya berprestasi dengan tampil dalam pertunjukan orkestra, namun bermain biola juga membantu mereka mengatasi masalah emosi serta kecemasan dalam berinteraksi sosial.
Mengatasi kecemasan dengan bermain biola
Emma Palys, seorang gadis yang berasal dari Clayton, Carolina Utara, Amerika Serikat, didiagnosa autistik oleh dokter saat ia berusia empat tahun. Selain itu, Emma juga memiliki kecemasan sosial yang cukup parah. Sejak saat itu, Emma mulai menjalani terapi dengan dokter. Kedua orang tua Emma berusaha menemukan solusi terbaik bagi kondisi anak mereka.
Emma mengalami kesulitan dalam bersosialisasi. Ia sering merasa tidak bisa menyukai hal-hal yang umumnya disukai oleh anak-anak lainnya. Hal tersebut membuat Emma merasa cemas untuk bergaul dengan anak-anak lain.
Suatu saat, Emma mulai belajar memainkan biola. Ternyata, ia menemukan bahwa bermain biola membuatnya merasa tenang. Kemudian Emma pun berani mengalahkan rasa takutnya dan tampil di depan banyak orang. Saat ini, Emma bersekolah di North Carolina Virtual Academy. Meski ia masih berusaha mengatasi rasa cemasnya, Emma sekarang mengalami banyak kemajuan di sekolah dan ikut menjadi bagian dari sebuah orkerstra.
Bertekad menjadi violinist hebat
Kegemaran akan biola juga dirasakan oleh Lindsey Melo yang berasal dari Dartmouth. Lindsey mulai belajar biola saat dia masih duduk di kelas 4 Dartmouth Public Schools. Lindsey tidak membiarkan keterbatasan menjadi penghalangnya.
Dia terus belajar memainkan nada-nada yang sulit. Lindsey ingin menghilangkan stigma pada penyandang autisme. Dia ingin membuktikan bahwa dirinya bisa menjadi seorang pemain biola (violinist) yang hebat. Selama sembilan tahun, Lindsey tampil di banyak pagelaran musik dan bermain menjadi bagian biola satu di New Bedford Youth Symphony. Selain itu, Lindsey juga mengikuti program khusus yang ditawarkan oleh Boston Conservatory of Music untuk anak-anak autistik. Lindsey juga tampil di Massachusetts Music Educators Southeastern District Music Festival.
Semuanya itu bukan tanpa kesulitan. Namun, Lindsey menolak untuk menyerah pada keadaan. Rasa sukanya pada musik dan kegigihannya, menarik perhatian guru Lindsey, Church. Church mulai memberikan pelatihan-pelatihan singkat bagi Lindsey dan bagaimana cara merawat biola dengan baik.
Dukungan dari orangtua dan guru
Dukungan dari lingkungan juga sangat penting. Ibu dari Lindsey, Kelly Melo, sangat mendukung proses belajar putri tercintanya. Dia juga sering hadir di setiap kelas-kelas Lindsey.
Biola membantu Lindsey untuk mengatasi rasa sedihnya saat ayahnya, Guido Melo, meninggal dalam kecelakaan. Church mengajak Lindsey untuk bermain duet dalam rangka membantu mengatasi kesedihan Lindsey. Saat dia mengalami hari yang buruk pun, bermain biola mampu membuatnya merasa bersemangat kembali.
Lindsey ingin melanjutkan sekolahnya sampai ke jenjang universitas dan lebih mendalami musik. “Ikutilah hatimu dan belajarlah instrumen yang kamu ingin pelajari, bukan yang orang lain ingin kamu pelajari,” saran Lindsey untuk setiap orang yang ingin belajar musik, serta jangan lupa untuk “selalu bertahan.”
Kedua cerita ini mengingatkan bahwa anak-anak autistik sesungguhnya memiliki kemampuan yang besar. Mereka dapat melakukan banyak hal dan menjadi ahli dalam bidangnya. Yang terpenting adalah selalu memberikan support kepada setiap anak, dan mengetahui serta mendorong apa yang menjadi kegemaran mereka. Sama seperti setiap anak pada umunya, tiap anak memiliki talenta dan kegemaran yang berbeda. Tidak perlu memaksakan anak untuk menyukai apa yang kita sukai. Sebagai orangtua, kita hanya perlu memperhatikan apa yang membuat mereka bersemangat dalam mengerjakannya. Dari pengamatan tersebut, kita bisa mendorong dan memberikan pelatihan yang diperlukan agar buah hati tercinta bisa menguasai bidang itu.
Sumber :
Penulis: Yesi Riana | Marketing di Community Music Center, Jakarta