ASD (Autism Spectrum Disorder) diasosiasikan dengan gangguan fungsional dalam kehidupan sehari-hari yang menyebabkan individu yang terdiagnosa mengalami kesulitan untuk menjalani aktivitas seperti yang dilakukan orang pada umumnya. Berdasarkan perhitungan secara ekonomi dari beberapa negara, ada faktor biaya yang cukup besar dikeluarkan untuk merawat, mengajari, dan memberikan intervensi pada individu autistik.
Definisi “sembuh”
ASD dipandang sebagai gangguan yang berpusat pada otak manusia dan bersifat kompleks. Namun jika dilihat dari segi perilaku, gangguan ini dioperasionalisasikan ke dalam klasifikasi gangguan psikologis. Dua gejala utama psikologis yang sangat menonjol dan terobservasi yaitu:
1. Komunikasi sosial dan interaksi
2. Perilaku repetitif (berulang-ulang)
Secara umum, untuk mendefinisikan perubahan dan kesembuhan pada ASD masih sangat terbatas, hingga saat ini istilah “sembuh” belum dapat digunakan untuk gangguan ini. Definisi yang paling tepat untuk memahami bahwa individu dengan ASD perlahan pulih adalah perubahan yang terjadi, seperti:
- Berkurangnya atau menghilangnya secara perlahan gejala ASD itu sendiri.
- Setidaknya dapat memahami perilakunya dan berfungsi sebagai individu yang “normal” dalam kehidupan sehari-harinya, meski tidak dapat sepenuhnya.
- Menghilangnya gangguan fungsional yang pada umumnya berdampak buruk bagi individu.
- Berkurangnya kebutuhan akan intervensi atau terapi.
- Gejala psikologis yang dialami individu tidak lagi disebabkan karena gangguan ASD-nya.
- Diagnosis gejala ASD berkurang.
Secara umum, istilah “sembuh” pada individu autistik membutuhkan definisi yang lebih konkrit dan perlu untuk diteliti lebih lanjut. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah mengukur tingkat pemulihan gejala ASD dengan menggunakan alat tes yang dikhususkan bagi individu dengan ASD. Hal-hal yang dapat dilihat perubahannya secara konkrit adalah gejala ASD, perilaku yang adaptif, kemampuan bahasa yang baik, ataupun perkembangan IQ yang digunakan untuk mengindikasikan perubahan pada individu dengan ASD.
Kata “sembuh” atau perubahan signifikan pada individu dengan ASD tidak muncul secara tiba-tiba begitu saja. Dibutuhkan bukti secara ilmiah melalui hasil intervensi atau terapi yang telah dijalani. Secara keseluruhan, hasil penelitian yang didasarkan pada intervensi ASD masih sangat lemah. Belum ada bukti yang tepat secara medis menunjukkan bahwa ASD benar-benar dapat “sembuh” apabila diintervensi dengan terapi. Namun setidaknya terapi perilaku cukup berhasil mengubah perilaku individu autistik beserta dengan kondisi kognitifnya.
Dari beberapa bukti penelitian yang ada, secara jelas digambarkan bahwa ASD dianggap sebagai gangguan seumur hidup dan nampaknya seperti tidak dapat “disembuhkan”. Namun, kondisi ASD dapat ditangani dengan maksimal agar dapat individu autistik dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Berbagai terapi dan intervensi juga dapat membuat individu autistik mengalami peningkatan secara positif dan bertahap. Beberapa penelitian lainnya menunjukkan, bahwa individu yang telah menjalani terapi (terapi perilaku) selama masa perkembangan hidupnya terbukti dapat menempuh pendidikan reguler dan mengalami kemajuan secara intelektual. Individu dapat menjalani kehidupannya dengan lebih baik meskipun belum bisa terlepas dari gejala ASD sepenuhnya.
ASD memiliki gejala yang sangat kompleks, karena itu hingga saat ini belum ada persetujuan secara medis bahwa ASD dapat “sembuh”. Beragam intervensi dapat diterapkan, namun belum ada bukti secara nyata yang menyatakan bahwa individu “sembuh total”. Selain itu, di zaman ini peluang penggunaan obat-obat secara medis untuk menangani ASD juga sudah sangat baik, yang pada akhirnya turut berpengaruh secara positif pada intervensi individu autistik. Seiring berjalannya waktu, individu dengan ASD dapat menjadi lebih baik dan menyesuaikan diri dengan kehidupannya sehari-hari, sehingga mereka menjadi lebih mandiri.
Sumber:
Jurnal online ilmiah https://www.semanticscholar.org/ berjudul “Developmental Medicine & Child Neurology” oleh Sven Bolte (tergabung dengan Pediatric Neuropsychiatry Unit, Department of Women’s and Children’s Health, Center of Neurodevelopmental Disorders, dan Division of Child and Adolescent Psychiatry di Stockholm).
Penulis: Gisela Gita, S.Psi. | Mahasiswa Sarjana Psikologi Peminatan Klinis, Universitas Atma Jaya, Jakarta