
Secara umum, autisme adalah respon abnormal terhadap rangsangan setiap hari. Autisme, atau lebih dikenal dengan istilah Autism Spectrum Disorder (ASD) atau Spektrum Autistik, merupakan gangguan neurodevelopmental (gangguan perkembangan syaraf) dengan karakteristik abnormal yang cukup kompleks. Karakteristik tersebut meliputi perilaku sosial, bahasa, kemampuan dalam berkomunikasi, serta perilaku dan ketertarikan yang tidak biasa terhadap sesuatu. Istilah gangguan neurodevelopmental sendiri merujuk pada kondisi perkembangan seseorang yang mengalami kemunduran.
Ada dua bentuk kemunduran yang menjadi tanda-tanda pada individu autistik. Pertama, dari hal yang terlihat, seperti kehilangan beberapa keterampilan atau kemampuan. Kedua, adalah hal yang tidak terlihat, seperti adanya masalah pada bagian otak ataupun syaraf individu. Secara garis besar, perilaku yang normal dan wajar mengalami “kemunduran” sehingga menjadi perilaku abnormal.
Individu autistik bisa saja tidak merespon ketika namanya dipanggil, tidak merespon terhadap rasa lapar, haus, bahaya, dan masih banyak lagi. Mereka dapat melakukan gerakan dan bahasa tubuh yang dianggap aneh dan memiliki tingkat kecemasan yang tidak normal. Mereka juga kehilangan keterampilan tertentu dan tidak memiliki perkembangan bahasa yang signifikan.
Sejak kapan istilah Autis atau Autisme digunakan?
Pada tahun 1943, seorang psikiatris bernama Dr. Leo Kanner menemukan 11 orang anak yang memfokuskan perhatiannya kepada benda dibandingkan dengan manusia. Mereka tidak dapat melakukan kontak mata, tidak memiliki kepedulian sosial, memiliki keterbatasan bahasa dan melakukan aktivitas yang sama secara berulang. Orang tua mereka mendeskripsikan anaknya “berakting seolah-olah seperti tidak ada orang di sekitarnya”. Dari temuan ini, Kanner mulai menggunakan istilah "early infantile autism".
Apa sajakah penyebab Autisme?
Hingga saat ini, penyebab yang pasti pada autisme belum ditemukan. Meski demikian, para ilmuwan menyepakati secara biologis bahwa autisme adalah gangguan neurodevelopmental dengan penyebab-penyebab yang sangat bervariasi. Berikut ini adalah beberapa penyebabnya
- Permasalahan pada tahap perkembangan awal anak
Selama masa kehamilan ibu, peristiwa seperti pendarahan, toxemia (keracunan dalam darah), infeksi virus dalam kandungan, penggunaan resep obat dokter, dan terkena oleh paparan polusi dapat menjadi penyebab autis. Selain itu, usia orang tua juga beresiko meningkatkan terjadinya ASD. Secara umum dalam tahap perkembangan awal individu, gejala-gejala autis pada anak terjadi di usia 3 tahun.
- Pengaruh genetik atau keturunan
Beberapa penelitian mengenai gangguan kelainan kromosom dan gen, menunjukkan keluarga dengan saudara kembar maupun yang bukan kembar berperan penting sebagai faktor genetik yang menyebabkan autis. Jika salah satu anak dari kembar identik terdiagnosa autis, maka kemungkinan sebesar 90% saudara kembarnya juga dapat memperoleh diagnosa serupa.
- Fungsi otak yang abnormal
Adanya gangguan pada struktur dan fungsi otak dapat menyebabkan terjadinya autis. Akibat yang terjadi adalah terdapatnya gangguan pada intelegensi verbal individu, bahasa, memori, atensi (perhatian) individu, dan fungsi sehari-hari pada individu. Contohnya: anak autistik yang mengalami kemunduran atau low functioning bisa saja memiliki keterbatasan dalam fungsi memori dasar, seperti pengenalan secara visual (misalnya mengenali orang dan jenis benda). Sebaliknya, anak autistik yang berkondisi high functioning dapat memiliki kemampuan memori yang sangat tinggi.
TAHUKAH KAMU?
Para peneliti di California menemukan bahwa orang tua (ayah dan ibu) dengan usia yang lebih tua rentan memiliki anak dengan autis dibandingkan dengan orang tau yang berusia lebih muda.
Gejala-gejala Autistik
Perlu diketahui bahwa gejala autistik dapat berbeda antara satu individu dengan individu lainnya. Berikut ini merupakan gejala-gejala autistik berdasarkan DSM-V (buku di bidang ilmu psikologi yang berisi panduan gangguan mental manusia) :
- Kekurangan dalam komunikasi dan interaksi sosial yang persisten:
- Kekurangan dalam komunikasi timbal-balik (dua arah). Contohnya: individu gagal dalam merespon pembicaraan dengan lawan bicaranya.
- Kekurangan dalam komunikasi non-verbal. Contohnya : tidak dapat melakukan kontak mata dengan orang yang dikenalnya,ekpresi wajah an bahasa tubuh yang sangat kurang.
- Kekurangan dalam membangun, mempertahankan, dan memahami hubungan sosial. Contohnya: individu sulit membangun hubungan dengan teman sebayanya.
- Memiliki perilaku yang terbatas dan berulang:
- Pergerakan yang berulang-ulang. Contohnya: memakai bahasa yang berulang-ulang
- Memiliki pola rutinitas atau kegiatan yang sulit diubah (tidak fleksibel). Contohnya: cara bermain yang kurang variatif, harus melewati jalan dan mengkonsumsi makanan yang sama setiap hari.
- Ketertarikan pada suatu objek yang sangat intens dan tidak biasa. Contohnya: terlalu terpaku pada suatu benda yang disukainya.
- Memiliki respon yang berlebihan atau ketertarikan yang tidak biasa melalui pancaindera. Contohnya: respon yang berlebihan setelah mendengar suara atau menyentuh sesuatu, memiliki ambang rasa sakit yang tinggi.
Perlu dicatat, bahwa individu dapat dikatakan memiliki diagnosa ASD apabila gejala-gejala tersebut muncul di periode awal perkembangan anak, dan menyebabkannya tidak dapat berfungsi dengan normal di lingkungannya.
Simak terus info selanjutnya dari Teman Autis, ya!
Penulis: Gisela Gita, S.Psi. | Mahasiswa Sarjana Psikologi Peminatan Klinis, Universitas Atma Jaya, Jakarta