Bagi remaja dengan autisme, program aktivitas fisik dapat mendatangkan banyak keuntungan. Tidak hanya untuk kesehatan semata, namun juga untuk memperbaiki kemampuan motorik, olah tubuh, fungsi sosial serta kekuatan otot dan daya tahan tubuh. Dr. Sean Healey, asisten profesor di Departemen Gizi dan Behavioral Health dari University of Delaware, AS, menyebut beberapa masalah yang berpotensi menghambat remaja autistik untuk melakukan aktivitas olahraga. Diantaranya adalah kurangnya kemampuan motorik dan sosial, mayoritas lebih tertarik dengan aktivitas yang melibatkan komputer, keterbatasan untuk beraktivitas bersama teman serta minimnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan fisik di lingkungan mereka.
Untuk itu, Dr. Healey memberikan beberapa strategi dan tips praktis untuk melibatkan para remaja dengan autisme dalam kegiatan fisik, yang dapat diterapkan dalam keseharian Anda dan si remaja:
1. Mulai dari hal kecil
Menurut CDC (Centers for Disease and Control Prevention) atau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di Amerika Serikat, anak-anak dan remaja disarankan untuk melakukan aktivitas fisik paling tidak satu jam setiap hari. Namun menurut Dr. Healey, untuk remaja autistik, Anda dapat memulainya dari durasi yang lebih pendek dan kegiatan sehari-hari. Yang penting, tujuannya adalah membuat kegiatan olah fisik secara teratur dan menyenangkan, dan menjadi bagian dari rutinitas.
Beberapa aktivitas yang bisa dilakukan, misalnya:
- Berjalan kaki ke sekolah (atau ke tempat kerja, ke supermarket dan lainnya)
- Berjalan-jalan ke taman di dekat rumah
- Jika anak gemar menonton TV, jadikan selingan iklan sebagai waktu untuk jeda dan melakukan aktivitas fisik selama beberapa menit. Misalnya, melompat atau menirukan gerakan senam selama jeda iklan.
- Membuat jadwal rutin untuk jalan kaki setelah makan siang atau makan sore.
Secara bertahap, durasi waktu dapat diperpanjang, misalnya dari 10 menit hingga 15 atau 20 menit untuk setiap kegiatan.
2. Tingkatkan kemampuan motorik
Remaja dan anak-anak perlu belajar untuk mengembangkan kemampuan motorik dasar agar dapat berpartisipasi dalam kegiatan olahraga dengan baik. Untuk itu, Ayah dan Bunda dapat membantu mereka dengan melakukan beberapa hal berikut ini:
- Melakukan gerakan yang berbeda-beda untuk melenturkan tubuh (misalnya: berlari, berjongkok, melompat, melewati rintangan).
- Bermain dengan beragam alat, misalnya bola dan raket (melempar, menendang, dan mengayun).
3. Mencoba beragam kegiatan
Dr. Healey menyarankan untuk mencoba beragam aktivitas olahraga yang sekiranya disukai atau menarik minat anak, mulai dari tenis meja, berenang, bersepeda dan berkuda. Yang terpenting, kegiatan tersebut dapat berfungsi untuk melatih olah tubuh, interaksi sosial (misalnya olahraga yang melibatkan rekan main) serta kemandirian (misalnya aktivitas yang dapat dilakukan sendirian seperti fitness di rumah atau yoga dengan bantuan video).
4. Membuat aktivitas yang autism friendly
Beberapa tips tambahan yang dapat diterapkan untuk membuat program olahraga yang ‘autism friendly’ bagi si remaja:
- Carilah rekan olahraga atau instruktur yang memahami individu autistik. Guru olahraga atau pelatih yang berpengalaman melatih anak dan remaja berkebutuhan khusus, atau sesama teman atau remaja seusianya, yang dapat berkomunikasi dan mendampingi anak Anda.
- Anda juga bisa memanfaatkan komunitas atau klub olahraga (misalnya klub renang, atletik atau basket) yang ada di sekitar rumah atau sekolah untuk mengikutsertakan si remaja dalam program mereka. Anda bisa melakukan pendampingan atau pengenalan terlebih dulu untuk memastikan bahwa mereka dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan anak Anda.
- Manfaatkan alat bantu visual. Sebagian besar individu autistik merupakan pembelajar visual. Alat bantu visual seperti kartu tugas, simulasi langsung serta penggunaan video untuk memberi contoh pada anak akan sangat membantu.
- Rutinitas. Remaja autistik butuh rutinitas, dan membuat kegiatan olahraga yang terstruktur dan teratur akan menjadi latihan yang sangat baik. Anda dapat membuat jadwal visual untuk membantu menjelaskan rutinitas tersebut.
Penulis: Hersinta | Orangtua dari penyandang autistik, dosen komunikasi di LSPR Jakarta dan kandidat PhD kajian media dan disabilitas di Curtin University